Setiba di sana, Juno akan mempelajari planet raksasa itu dari orbitnya dalam kurun waktu 1 tahun planet Bumi. Misi ini bertujuan untuk membantu para ilmuwan untuk memahami secara lebih baik bagaimana dan kapan Jupiter lahir. Informasi ini dapat menyibak bagaimana proses pembentukan planet dan evolusi tata surya kita.
“Kami juga akan mempelajari bahan pembentuk Jupiter,” kata Scott Bolton, Principal Investigator Juno, dari Southwestern Research Institute di San Antonio, Amerika Serikat, seperti dikutip dari laman Space.com, 7 Agustus 2011. “Kami berupaya memahami struktur di dalamnya, dan bagaimana ia terbentu. Ini akan membantu kami mengetahui apa yang terjadi di masa lalu yang kemudian membuat kita semua menjadi ada,” ucapnya.
Sejauh ini, peneliti menduga, sejak awal, Jupiter merupakan planet yang rakus. Ia menelan sebagian besar gas dan debu yang ada di tata surya setelah Matahari terbentuk.
Akibatnya, Jupiter menjadi raja dari planet-planet yang ada di tata surya. Ia menguasai dua kali lipat massa dari apapun yang ada di tata surya jika digabung (kecuali Matahari). Namun demikian, tidak banyak hal yang diketahui oleh para ilmuwan seputar planet raksasa itu.
Sebagai contoh, peneliti belum bisa memastikan apakah planet itu punya inti yang padat yang terdiri dari elemen berat, ataukah ia seluruhnya terbuat dari gas. Dan yang pasti, belum jelas juga bagaimana dan di mana Jupiter terbentuk.
Misi Juno senilai USD 1,1 miliar tersebut didesain untuk menginvestigasi itu dan misteri lainnya. Setelah mengambil tempat di orbit lonjong planet itu, lima tahun dari sekarang, pesawat ruang angkasa Juno akan mempelajari atmosfir dan komposisi Jupiter, selain itu juga memetakan medan magnet dan gravitasi.
Selidiki Air
Juno juga akan mengukur kandungan air pada atmosfir tebal yang berputar-putar milik Jupiter untuk mengetahui lebih lanjut seputar kelahiran planet itu. Seperti diketahui, Jupiter yang cukup basah mengindikasikan bahwa planet itu terbentuk jauh dari Matahari dan kemudian bermigrasi ke posisi sekarang ini setelah ia terbentuk.
“Kami akan menggunakan detektor gelombangmikro dan terbang persis di atas awan Jupiter dan melihat ke bawah pada ketebalan awan yang berbeda untuk mengukur jumlah air yang ada,” kata Fran Bagenal, Juno co-investigator asal University of Colorado.
“Sama halnya seperti melakukan CT scan namun terhadap awan tebal Jupiter,” ucap Bagenal. (ren)
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment